LUMAJANG, JP – Realisasi pajak dari sektor pajak pasir memang surplus. Padahal jumlah perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Lumajang terus berkurang. Terbaru, dari 32 wajib pajak (WP) yang terdaftar, tiga perusahaan di antaranya tidak beroperasi.
Kabid Perencanaan dan Pengendalian Operasional Badan Perpajakan dan Retribusi Daerah (BPRD) Lumajang Rasmin mengatakan, berkurangnya jumlah WP perusahaan tambang tidak mempengaruhi capaian pajak pasir tahun ini. Sebab, permintaan pasir diklaim terus mengalami peningkatan.

Kabid BPRD Lumajang Rasmin
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan tambang di Lumajang tidak beroperasi. Selain izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP)-nya habis, juga terdapat penolakan dari masyarakat hingga masalah lain yang hanya diketahui oleh perusahaan tambang.
“Itu penyebabnya ada berbagai alasan, di wilayah Tempursari misalnya, itu ada moratorium dan juga ada penolakan dari warga, jadi mereka tidak produksi. Kemudian di perusahaan Uniagri itu tidak terlalu jelas kenapa, pokoknya mereka tidak produksi. Satunya masih urus izin perpanjangan,” katanya.
Menurutnya, kerjasama di bidang pertambangan pasir terus mengalami peningkatan. Saat ini, cukup banyak buyer melakukan kerjasama dengan pemilik stockpile. Sehingga, jika terdapat perusahaan tambang yang macet, bakal langsung digantikan dengan perusahaan tambang lainnya.
Baca Juga: Pertanian Zero Input, Dogma Baru Pertanian Modern
“Pengepul ini kan punya stokepile sendiri, nah mereka itu punya target setor sesuai perjanjian kerjasamanya. Jadi, mereka harus menuruti itu, semisal sedang kerjasama dengan penambang tertentu tapi ijinnya habis, mereka akan beralih ke penambang lain,” pungkasnya