BANYUWANGI JP.Com – Polemik atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dalam perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Banyuwangi baik itu Lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat (ORMAS), asosiasi pengusaha mineral (ASPAMIN), Pengusaha tambang, Pengusaha Dum truk hingga Kontraktor yang ada di Banyuwangi Jawa Timur, Rabu 30 Maret 2022.
Keberadaan polemik ulang tahunan perihal permasalahan pertambangan di Banyuwangi membuat beberapa elemen masyarakat baik itu tokoh masyarakat (Tomas), ORMAS, LSM asosiasi tambang, asosiasi mineral, hingga beberapa pengusaha dan pelaku tambang hingga pengusaha Dum Truk di wilayah Kabupaten Banyuwangi lakukan kumpul bareng dengan dialog mencari solusi terbaik dalam mewujudkan program pembangunan kedepan lebih baik.
Dalam dialog yang bertemakan atas Putusan Mahkamah konstitusi No 91/PUU – XVII /2020 keberadaannya kini menjadi polemik pada pertambangan di Banyuwangi Jawa Timur.
Kegiatan dialog dalam rangka mencari solusi agar progam pembangunan bisa berjalan di ikuti oleh ketua LSM, ketua Ormas, Pengusaha tambang, ketua Asosiasi, kejaksaan, pemerintah daerah dengan diwakili Bapenda (badan pendapatan daerah), akademisi dalam hal ketua PA GMNI hingga dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) yang di wakili Wakil ketua DPRD Banyuwangi Micheal Edy Harianto SH dari fraksi Demokrat.
Wakil ketua DPRD Banyuwangi Micheal Edy Harianto SH, dalam pemaparannya menyampaikan, bahwa keberadaan penambang sangatlah unik.
“Penambang di Banyuwangi berbeda sekali dengan yang ada didaerah lain, yang mana pelaku tambang ada yang dari LSM dan bahkan ada juga yang dari wartawan, ini unik,” ucap wakil ketua DPRD fraksi Demokrat dapil 2 yang disambut tawa dari peserta dialog.
“Kalau di daerah lain seperti Bali, baik itu penambang berijin maupun tak berijin disana bisa berjalan dengan tenang dan mereka mampu memberikan kontribusi pada pemerintah daerah.
Sedangkan di Banyuwangi lahan yang hanya 1/2 hektar pelaku tambang bisa melakukan kegiatan penambangan sehingga kondisi ini menjadi polemik, bagaimana bisa melakukan pengurusan ijin jika hanya memiliki lahan tambang 1/2 hektar.
Bahkan, Edy yang dikenal murah senyum dan peduli pada Rakyat itu berharap, dengan di adakan nya dialog ini nantinya dapat mewujukan pembangunan di Banyuwangi.
Harapan lain nya mengenai kegiatan pertambangan di Banyuwangi kata dia, bagaimana enaknya, agar penambangan khususnya Galian C bisa berjalan dan para penambang hidup rukun dan tidak saling lapor.
“Pastinya bisa memberikan kontribusi yang positif untuk pembangunan di Banyuwangi,” pungkas Micheal Edy Harianto SH.
Red Jp