Legenda Jati banteng
Kisah Pertempuran Ki Patih Alos
DICERITAKAN, di perkirakan pada tahun 1778 Masehi, Raden Bagus Khasyim yang diberi gelar Ki Patih Alos, melanjutkan daerah babatan besuki dengan memperluas kebagian selatan, membabat hutan belantara. Era i ni diperkirakan 14 tahun setelah mandat kepemimpinan tanah babatan Besuki diberikan oleh Ayahandanya, Raden Wiro Broto alias Kyai Abdoer Rahman, saudara dari Kyai Abdoer Rohem.
Dengan membawa 8 delapan santrinya serta menunggang kuda putih, tibalah kesuatu tempat dimana kala itu rombongan ini diserbu oleh gerombolan banteng liar. Sontak saja, 9 orang ini dengan terpaksa melawan hewan liar tersebut. Pertarungan pun lumayan sengit tepat berada di sekitar jejeran pohon jati besar dan pohon beringin besar.
Diceritakan, dalam pertempuran itu banyak banteng terluka. Mereka kocar kacir dengan luka akibat tebasan pedang para santri Ki Patih Alos. Gerombolan banteng ini lalu kabur kearah timur selatan semakin jauh masuk kedalam hutan belantara. Ada sebagian yang tidak terluka, namun ikut lari bersama banteng lainnya.
Diceritakan, setelah gerombolan banteng liar itu sudah pada lari jauh kedalam hutan, rombongan Ki Patih Alos ahirnya beristirahat disekitar lokasi pertempuran atau tempat dimana gerombolan banteng menyerang. Kemudian, Raden Bagus Khasyim atau Ki Patih Alos meminta diantara santrinya untuk mencari sumber mata air. Sebagain santrinya lagi di suruh membuka lahan lalu mendirikan gubuk untuk sholat berjamaah. Sesaat kemudian, santri yang diutus mencari sumber mata air kembali dan menyampaikan
“Assalamu’alaikum Kyai…tidak jauh dari tempat ini ada semak belukar diantara akar pohon beringin. Kami menemukan sumber mata air dibalik pohon beringin besar itu. Airnya lumayan jernih dan sunber mata airnya juga agak besar. Cukup untuk membersihkan badan dan mengambil wuduk disana..
Ahirnya, sang Maha guru ketempat dimana sumber mata air itu berada. Kemudian, rombongan ini melaksanakan sholat berjamaah. Setelah melantunkan dzikir dan doa bersama, lalu kemudian Raden Bagus Khasyim menyampaikan kepada santrinya :
“Wahai santri santri ku.. Kita bersyukur telah diselamatkan oleh Gusti Allah dari serangan banteng liar itu. Karena ditempat ini kita menemukan Pohon Jati besar dan sarang gerombolan banteng, maka tempat ini bisa disebut Jati dan Banteng atau JATIBANTENG….
Diceritakan, setelah melanjutkan puji pujian dan dzikir bersama, serta hari terlihat mulai menjelang petang pertanda masuknya waktu sholat magrib, tiba tiba terdengar gauman menggelegar hewan buas dari arah timur selatan. Rombongan ini terkesiak dan sontak bersiaga, karena gauman itu sungguh menakutkan. Dirasa kurang baik untuk melanjutkan pengejaran banteng yang sudah kabur, Ki Patih Alos berkata :
” Tenang santri santri ku… Kita tidak usah mengejar banteng itu. Nampaknya hari menjelang petang, kita perkokoh gubuk ini, kita bermalam disini. Saya akan memohon petunjuk, suara apa itu yang begitu menggelegar. Kalian tetap waspada, jangan putus berdzikir…..
Diceritakan, malam pun tiba, usai sholat isyak berjamaah, Ki Patih Alos meminta santrinya bergantian berjaga. Sementara, Raden Bagus Khasyim atau Ki Patih Alos terus berada ditempat sholatnya, seraya memohon petunjuk dari Gusti Alloh. Tengah malampun tiba, dikisahkan dalam perjalanan ghoibnya, sang kyai bertemu dengan wanita cantik dengan mahkota atau jemang menurut bahasa madura, yang konon terbuat dari emas berkilauan. Lalu, Wanita itu berkata :
“Assalamu’alaikum kyai… Kalian harus lebih waspada, karena suara gauman itu adalah suara ular raksasa. Itu se ekor naga betina yang disebut Nogo Sromo. Naga itu mengaum ketika mencium bau darah gerombolan banteng yang terluka yang kalian kalahkan… Kalau bisa jangan sampai berurusan dengan naga itu….
Nah, keesokan harinya, Ki Patih Alos mengumpulkan para santri seraya menyampaikan apa yang telah dialami dalam perjalanan ghoibnya semalam. Dikatakan kalau wanita itu adalah wujud dari Dewi Rengganis, sang penguasa Gunung Argopuro. Para santri juga disarankan agar lebih hati hati, tetap dalam keyakinan bahwa Gusti Alloh Akan selalu melindungi. Hingga ahirnya, perjalanan memperluas tanah babatan pun diteruskan.
Diceritakan, sampai Ki Patih Alos kembali pulang ke Delem Tengah di daerah Besuki, rombongan nya tidak sampai bertemu dengan Nogo Sromo. Banyak yang meyakini kalau kejadian baik itu karena ampuhnya pusaka Kasmaran ( Kain kuning bergambar bunga putih) yang selalu dibawa oleh sang kyai. Dipercaya bahwa pusaka akan semakin digjaya, ketika berada ditangan orang yang selalu berdzikir dan mengingat tuhannya.
Konon, selain keris “Melateh Sa to’or dan pusaka Kain Kasmaran, Raden Bagus Khasyim juga dikenal memiliki ilmu kedigdayaan yang mana dalam perjuangannya tidak harus mengalahkan musuh dengan Petarungan. Itu diyakini adalah ilmu tagsir dari pusaka Kasmaran. Sang pembabat Besuki atau putera dari Raden Wiro Broto ini dikenal dengan sebuah istilah :
Sugih Tanpo Bondho, Digdoyo Tanpo Aji, Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake (Pusaka Kasmaran)
Dijelaskan, saat ini sumber mata air yang ditemukan santri usai pertempuran dengan gerombolan banteng itu berada tepat dibelakang pasar rakyat Jatibanteng. Sementara, gubuk yang didirikan untuk sholat berjamaah itu, kini menjadi MASJID JAMIK JATIBANTENG. Lokasinya, tepat berhadapan dengan pasar rakyat Jatibanteng. Sedang lokasi pertempuran diperkirakan sekitar balai desa Jatibanteng yang berada di selatan pasar rakyat Jatibanteng.
Demikian sekilas cerita rakyat turun temurun, tentang asal usul nama Jatibanteng. Jika ada kekurangan atau masukan, mohon isi kolom komentar, atau Chat WA : 085259967445