Cerita Rakyat : Legenda Dusun Secangan Jatibanteng

Legenda Dusun Secangan
Oleh : Jovano Alviansyah

DICERITAKAN, Setelah Raden Bagus Khasyim alias Ki Patih Alos bersama kedelapan santrinya berhasil mengalahkan gerombolan banteng liar, serta memberi nama tanah babatan dengan sebutan Jatibanteng, rombongan ini terus menyisir hutan belantara bagian timur dan terus membuka lahan pertanian. Peringatan akan adanya Nogo Sromo juga tidak menciutkan mereka untuk terus memperluas daerah babatan. Hingga sampai di sebuah bukit, dimana rombongan dari delem tengah besuki ini memilih untuk beristirahat. Gubuk didirikan, para santri bergantian melakukan penjagaan.

Diceritakan, pada saat itu Raden Bagus Khasyim meminta para santri berkumpul sebelum tengah malam tiba. Setelah kain Kasmaran dikibarkan ( senjata Ki Patih Alos), sang guru ini berkata :

Wahai santri santri ku, teruslah berdzikir, jangan lah kalian lupa akan campur tangan sang Maha pencipta. Meski kalian tidak bertemu dengan Naga seperti apa yang telah guru sampaikan sebelumnya, malam ini kita merancang cara bagaimana agar naga itu benar benar pergi dari tempatnya. Merancang angan, menyatukan pikiran, agar dikehidupan selanjutnya, para penduduk nantinya benar benar aman.

Dikisahkan, setelah wejangan itu disampaikan, para santri kemudian kembali ke tempat masing-masing, seraya menjaga keberadaan sang guru yang melanjutkan istikharah nya. Sebagian santri menyatukan angan seraya berdoa, memohon agar ular Naga itu pergi dari atas bukit dan tidak akan kembali lagi. Rancangan angan ini secara langsung mengiringi doa sang guru, Raden Bagus Khasyim.

BACA JUGA : Cerita Rakyat : Asal usul Nama Jatibanteng

Ter ijabah, ke esokan harinya dikala burung burung hutan berkicauan, usai sholat subuh berjamaah para santri melihat dimana berdirinya gubuk seadanya, bersih tidak nampak satupun dedaunan ( seperti disapu), ketika itu Ki Patih Alos atau Raden Bagus Khasyim mengumpulkan santrinya swraya berkata..

Wahai santri ku, sepertinya doa kita dikabulkan. Naga itu telah pergi menyusul pasangannya masuk kedalam goa dibalik bukit sebelah timur itu. Kita bersyukur, namun tetap waspada. Lakukan seperti biasanya, jika ada sesuatu, bersikap lah jangan gegabah…

Dikisahkan, keberadaan rombongan itu setelah turun dari bukit dimana banteng banteng mati telah dikubur, lalu tempat mengubur banteng disebut daerah Banteng Mati. Lahan pertanian pun terus dibuka, para santri istirahat ketika masuk waktu sholat bersama atau berjamaah. Aktifitas itu seperti biasanya, termasuk ketika malam tiba. Para santri kembali menjalankan penyatuan angan seraya berdoa, begitu pula sang guru yang terus berdzikir hingga tiba waktu shubuh dan pagi pun menyapa.

Diceritakan, karena ditempat itu kalimat sang guru mengatakan menyatukan angan, serta sebelumnya bilang merancang angan, kalimat itu berubah seiring waktu selalu menyatukan angan tersebutlah kalimat daerah SECANGAN. Waktu berjalan, musim pun berganti, tidak terasa sudah sekali musim tanam, Raden Bagus Khasyim kembali ke delem tengah besuki, dan meninggalkan beberapa santrinya untuk terus merawat tanah babatan agar bisa bercocok tanam.

Simak Pula : Cerita Rakyat : Legenda Wringianom Jatibanteng

Waktu dan masa berlalu, daerah Secangan yang berada di selatan barat bukit NOGOSROMO, kini mulai terhampar lahan pertanian. Banyak penduduk berdatangan untuk bercocok tanam didaerah itu. Dari beberapa gubuk, semakin lama berjejer gubuk gubuk hunian penduduk, sampai tidak terasa gubuk gubuk itu seperti tertatan dan berbaris.

Diceritakan, setelah tempat hunian penduduk semakin banyak, maka daerah itu dikenal dengan PEDUKUHAN SECANGAN. Adanya rumah rumah seperti tertata berbaris, menorehkan sejarah bahwa nenek moyang Dusun Secangan dan Dusun Nogo Sromo ada yang disebut BUJUK BERIS.

Baca JugaCerita Rakyat : Legenda Nogosromo Jatibanteng

Kesaktian dan kejunilan santri Ki Patih Alos ini, hingga saat ini yang sudah masuk zaman moderen, makam nya tidak mau dibagun atau dipasang atap. Berulang kali masyarakat sekitar medirikan congkop ( gubuk), hanya semalam, esok harinya atap itu sudah terlempar jauh dari tempatnya.

Diceritakan, P Sutina alias Sahar ( 90 tahun), mengatakan bahwa makam ( astah) BUJUK BERIS tidak mau dipasangin atap. Sehingga berjarak satu meter dari batu nisan, atap baru bisa dipasang dan congkop  baru bisa dan dapat didirikan.

Sementara, berdasarkan cerita rakyat diatas, didapati di daerah secangan makam pembabat daerah itu mulai, Bujuk Anjeng, Bujuk Pote, Bujuk Atot, Bujuk Ghigir, Bujuk Manis dan bujuk lainnya, lalu Bujuk Beris & Bujuk Anten berada di daerah Nogo Sromo.

Demikian sekilas cerita rakyat tentang Dusun Secangan yang bersebelahan dengan Dusun Nogosromo.

Jika ada kekurangan, mohon saran dan masukan nya dengan isi kolom komentar atau Chat WA : 085259967445



Menyingkap Tabir Menguak Fakta


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *