KPK Tetapkan 21 Tersangka Kasus Korupsi Dana Hibah Pemprov Jatim

Akal-akalan Kusnadi Eks Ketua DPRD Jatim Cs, Dana Hibah buat Warga Dipotek Nyaris Sisa Setengahnya

KPK sudah melakukan penahanan terhadap empat tersangka yang menerima dana hibah tersebut. Tahap awal, penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan di Rutan Cabang KPK Merah Putih.

JAKARTA, Jawara Post — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 21 tersangka kasus korupsi dana hibah Pemprov Jawa Timur. Salah satu tersangka yakni eks Ketua DPRD Jatim, Kusnadi.

“Dari 21 orang, empat tersangka merupakan pihak penerima, yakni KUS selaku Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, AS selaku Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024, AI selaku Wakil Ketua DPRD Jatim 2019-2024, dan BGS selaku staf AS,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK.

KPK sudah melakukan penahanan terhadap empat tersangka yang menerima dana hibah Jatim tersebut. Tahap awal, penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan di Rutan Cabang KPK Merah Putih.

Asep menjelaskan bagaimana para tersangka menggerogoti dana hibah yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan warga Jatim. Rencana busuk ini bermula dari adanya pertemuan antara pimpinan DPRD Jatim bersama fraksi untuk menentukan jatah hibah pokok pikiran (pokir) atau pokmas tahun 2019-2022 bagi setiap anggota DPRD Jatim.

Kusnadi kemudian mendapatkan jatah dana hibah pokmas dengan total Rp398,7 miliar selama 2019-2022. Rinciannya, Rp54,6 miliar pada 2019, Rp84,4 miliar pada 2020, Rp124,5 miliar pada 2021, dan Rp135,2 miliar pada 2022.

Ada 4 orang dari 21 tersangka yang lebih dulu ditahan KPK

Uang tersebut didistribusikan oleh Kusnadi kepada JPP sebagai korlap pengondisian dana pokmas di Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung.

Kemudian HAS sebagai korlap di Kabupaten Gresik, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pacitan. Sementara SUK, WK, dan AR sebagai korlap di Kabupaten Tulungagung.

Kelima korlap kemudian membuat proposal permohonan dana hibah dengan menentukan jenis pekerjaan, membuat rencana anggaran biaya (RAB), dan laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kusnadi yang menghasilkan kesepakatan pembagian biaya komitmen.

Pembagian tersebut meliputi untuk Kusnadi sekitar 15-20 persen, korlap sekitar 5-10 persen, pengurus pokmas sekitar 2,5 persen, dan admin pembuatan proposal dan LPJ sekitar 2,5 persen.

“Bayangkan, dari anggaran yang 100 persen, kemudian hanya 55 persen (untuk masyarakat). Itu pun kemudian belum diambil keuntungannya oleh yang pelaksana,” kata Asep.

Dia menjelaskan konteks keuntungan yang diambil pelaksana. Misalnya, dari anggaran yang ada diambil 10 atau 15 persen sehingga hanya tersisa sekitar 40 persen. Dana tersisa itulah dipakai untuk mengejarkan suatu proyek. Andai kata proyek itu berkaitan dengan infrastruktur, tentu bisa terbayang kualitasnya.

“Jalan mudah rusak, bangunan mudah roboh, dan lain-lain, seperti itu imbasnya,” ujar Asep membeberkan.

Setelah bagi-bagi ‘kue’ dana hibah disepakati, kemudian dicairkan melalui rekening di Bank Jatim atas nama pokmas atau lembaga yang mengajukan proposal

“Seluruh dananya diambil oleh para korlap yang kemudian membagi jatah kepada pengurus pokmas, serta admin pembuatan dan LPJ. Sementara untuk aspirator atau dalam hal ini adalah oknum anggota DPRD Jatim diberikan di awal atau sebagai ijon,” kata Asep. (Lia Harahap) 



Menyingkap Tabir Menguak Fakta


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *