PROBOLINGGO, Jawara Post – Sungguh sangat disayangkan ketika hadirnya tangan pemerintah bukan memberikan solusi melainkan intervensi. Apalagi mengurai ancaman terkait administrasi, sehingga membuat keluarga korban makin depresi.
Hal itu diduga kuat dilakukan oleh jajaran kementrian agama (Kemenag) Probolinggo, kemarin. Betapa tidak, ketika sejumlah pejabat yang mewakili Kemenag ini kunjungi rumah korban pelecehan seksual dengan pelaku oknum kyai pengasuh ponpes, mereka bukan memberikan dukungan moril, menekan agar keluarga tetap bekerja sama dengan ponpes.
Ini petikan kalimat Kabid Pendma,saat berkunjung kerumah korban : Saran dari Depag kalau bisa anaknya tetap dimadrahsa itu. Karena kalau mutasi (pindah) itu banyak resiko
dan bisa terjadi penghapusan data, ” kata M. As’adi.
Kata kata itu mengundang reaksi keras dari gabungan Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM yang tergabung dalam L3GAM Probolinggo. Semua lembaga mengecam sikap Kemenag yang dinilai berpihak kepada pelaku, menekan psikologi korban. “Ada apa Kemenag kok seperti itu, ” kata salah satu anggota L3GAM.
Ditempat lain, Prayuda Rudi Nur Cahya, SH, menegaskan bahwa dengan kejadian dan bukti visual kunjungan Kemenag ke rumah FZ (18) korban pelecehan seksual di ponpes Tarbiyatul Islam ini, akan segera mengevaluasi. “Ketika kita valid menemukan perbuatan melawan hukum, akan kami layangkan somasi ke Kemenag, ” tegasnya.
Sementara, ketika Kepala Kemenag maupun Kabid Pendma Depag Probolinggo belum bisa dihubungi guna dimintai tanggapan dengan adanya dugaan indikaai intervensi emosional dan paikologis terhadap keluarga korban pelecehan seksual dengan terduga pelaku
Di sisi lain, Jeannie Latumahina, Ketua Relawan Perlindungan Perempuan dan Anak ( RPPA) Indonesia, menegaskan akan ikut serta mengawal proses hukum kasus di Gending Probolinggo tersebut. Perempuan yang keluar masuk istana ini mengatakan bahwa jangan sampai isi dari Pancasila menjadi Ilusi. “RPPA siap turun, demi keadilan terhadap anak, ” ucapnya.













