PROBOLINGGO, JP – Setelah 395 hari memimpin Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Muhammad Bayu Hendaruseto resmi melepas jabatannya, Selasa (7/10/2025). Suasana haru menyelimuti aula rutan pagi itu, yang dipadati para tamu undangan dalam prosesi serah terima jabatan (sertijab).
Raut wajah haru tampak di antara para petugas yang berjaga di pintu masuk. Udara pagi pun seolah membawa getar perpisahan. Bagi banyak pegawai, Bayu bukan sekadar kepala rutan, melainkan sosok yang menanamkan semangat kebersamaan, kekeluargaan, dan solusi — tiga nilai yang menjadi napas dalam bekerja.
“Dengan kebersamaan, beban seberat apa pun akan terasa ringan,” ujar Bayu dalam sambutannya di hadapan para tamu dan rekan kerja.
Selama masa kepemimpinannya, Bayu dikenal terbuka dan komunikatif. Ia kerap menyapa langsung petugas dan warga binaan, menanyakan kabar, atau sekadar memberi motivasi.
“Beliau itu pemimpin yang hadir, bukan sekadar duduk di balik meja,” ungkap salah seorang pegawai Rutan Kraksaan.
Di bawah kepemimpinannya, berbagai program pembinaan tumbuh subur — dari pelatihan keterampilan, kegiatan keagamaan, hingga seni yang digarap bersama warga binaan. Semua diarahkan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian setelah bebas nanti.
“Tidak ada tempat yang benar-benar tertutup bagi perubahan,” tutur Bayu di sela perbincangan dengan awak media.
Prinsip tersebut kini menjadi warisan moral yang akan terus diingat jajaran Rutan Kraksaan.
Prosesi sertijab berlangsung khidmat dan dipimpin langsung oleh Kabid Perawatan, Pengamanan, dan Kepatuhan Internal Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Jawa Timur, Efendi Wahyudi. Turut hadir Staf Ahli Bupati Bidang Hukum, Pemerintahan dan Pembangunan Kabupaten Probolinggo, A’at Kardono, jajaran Forkopimda Kabupaten Probolinggo, sejumlah Kepala OPD, para Kepala UPT Pemasyarakatan se-Korwil Malang dan Jawa Timur, mitra strategis Rutan Kraksaan, serta keluarga besar rutan.
Kini, tongkat estafet kepemimpinan beralih ke tangan Galih Setiyo Nugroho, pejabat muda yang sebelumnya memimpin Lapas Leok di Sulawesi Tengah. Dalam sambutannya, Galih berkomitmen melanjutkan semangat yang telah ditanamkan pendahulunya.
“Kami tidak bisa bekerja sendirian. Sinergi dengan semua pihak adalah kuncinya,” tegas Galih.
Pergantian kepemimpinan itu mungkin hanya berlangsung beberapa jam. Namun jejak yang ditinggalkan Bayu akan bertahan jauh lebih lama. Pada setiap dinding yang pernah menjadi saksi dialog dan tawa, tersimpan semangat yang ia bangun: bekerja dengan hati, memimpin dengan empati.
Kini estafet itu berpindah tangan, namun nafas pengabdian yang ia tanamkan tetap hidup — menjadi bagian dari denyut kehidupan Rutan Kraksaan.