LEGENDA JATIBANTENG, CERITA RAKYAT TURUN TEMURUN

 ” JATI BANTENG ”                       Dalam Kisah Cerita Rakyat oleh : Jovano Alviansyah

SEKITAR tahun 1778 masehi, tepatnya 14 tahun paska diserahkan nya kepemimpinan Tanjung Ketah yang sudah menjadi Kademangan di daerah Demung, tanah babatan Besuki mulai berkembang dengan baik. Kyai Abdurrahman alias Raden Wiro Broto, menyerahkan tanah babatan bernama Besuki kepada puteranya yang baru kembali pulang dari perguruan di Kadipaten Probolinggo wilayah Soerabaya, dia bernama Raden Bagus Khasyim yang kemudian dikenal dengan julukan Ki Patih Alos ( Ke Pate Alos). Patih yang berbudi luhur dan halus tatakramnya.

Raden Wiro Broto yang pada saat itu kondisi kesehatan nya mulai menurun, memilih pulang ketanah asal, pulau Madura. Sekitar 1764 Masehi, Raden Bagus Khayim melanjutkan kepemimpinan ayahanda nya, termasuk merewangi para santri yang ada, serta mengelola tanah babatan dengan baik. Kediaman yang konon menjadi cikal bakal  berkembangnya Besuki, berada di utara alaun alun Besuki, yang kemudian dikenal dengan sebutan Delem Tengah ( rumah tengah)

Ilustrasi dauh Raden Wirobroto :

” Wahai Putraku… Ayahanda saat ini sering sakit, ayahanda akan pulang ke tanah madura. Ayah percayakan daerah babatan ini kepadamu. Lanjutkan memimpin, mengayomi, melindungi segenap rakyat disekitarmu. Tetaplah sopan dan selalu menjaga tatakrama, serta teruslah memperluas tanah babatan agar rakyat Besuki makmur kedepannya….. **ucap Kyai Badurahman alias Raden Wiro Broto

DICERITAKAN, berkembangnya pemukiman dan meningkatnya kebutuhan penduduk Besuki yang mayoritas tinggal di daerah pinggiran pantai utara, membuat Raden Bagus Khasyim mengumpulkan para santri utuk membahas pengembangan wilayah tanah babatan untuk diperluas ke bagian selatan yang masih berupa hutan belantara dan dihuni hewan liar.

DICERITAKAN, setelah memperoleh petunjuk dan memegang sebuah keyakinan, serta merasa sudah waktunya, pada suatu hari ketika usai sholat subuh, Raden Bagus Khasyim ahirnya memutuskan untuk mengajak 8 santrinya, menuju ke arah selatan Besuki. Raden Bagus Khasyim menunggang kuda putih, dimana kuda itu merupakan pemberian dari pamannya bernama RADEN CONDRO KUSUMO. Ia dikenal sebagai Bujuk SOK – ONAN) makam nya  (petilasan) berada diatas puncak gunung Agung (daerah pasir putih).

Ilustrasi dauh Ki Patih Alis :

” Wahai para santri… sesuai amanah dari ayahanda, saya akan melanjutkan pembabatan hutan belantara untuk membuka lahan pertanian. Ayo….8 santri bisa ikut dalam perjuangan ini…. Kita kearah selatan, nampak nya daerah itu subur dan akan membuat makmur penduduk tanah babatan nantinya….. **Kata Raden Bagus Khasyim

DICERITAKAN, sebelum terjadinya pertempuran antara gerombolan banteng dengan Rombongan Ki Patih Alos atau Raden Bagus Khasyim, kisah perjalanan diawali oleh bertemunya rombongan ini dengan se ekor banteng yang bulunya berbeda dengan bulu banteng biasanya. Banteng itu berbulu hitam dan ada warna putih atau biasa disebut blorok. Konon, hewan liar itu di ikuti gerombolan banteng, tapi agak berjauhan. Mengingat, Raden Bagus Khasyim  memiliki kejunilan dengan ilmu dan senjata KASMARAN, banteng blorok itu tidak menyerang, melainkan seraya menunjukkan jalan pada rombongan untuk semakin jauh masuk kedalam hutan. Daerah ini lalu disebut daerah Blorok, kemudian seiring berjalan nya zaman, daerah ini menjadi BLORO dan kini dikenal dengan Desa Bloro.

DICERITAKAN, setelah dari daerah ini, rombongan terus meringsek masuk kedalam hutan belantara. Banteng itu dikejar ke selatan, lalu kemudian, rombongan Raden Bagus Khasyim dengan 8 santrinya ini, memilih untuk beristirahat di sekitar sumber mata air yang mana tempat itu kemudian disebut TAMAN PETAK. Mengapa disebut nama itu, karena ketika duduk beristirahat, Raden Bagus Khasyim menjentik kan jarinya( petak) seraya berkata bahwa di dekatnya ada sumber mata air untuk bisa mengambil wuduk.

Ilustrasi Kalimat Ki Patih Alis :

“Plek…. (Jentikan jari)      Santri santriku, coba kalian kesana, sepertinya disana ada sumber mata air. Kita akan membersihkan diri sambil berwuduk disana. Sepertinya sumbernya agak besar.  Kita sholat dhuhur disekitar tempat ini,  ” pinta Raden Bagus Khasyim pada santrinya.

DICERITAKAN, setelah merasa sudah cukup melepas lelah, rombongan ini melangkah kembali menuju selatan, semakin jauh masuk kedalam hutan belantara. Nah, setibanya di sebuah tempat, Raden Bagus Khasyim menghentikan langkahnya. Sang guru ini berkata kepada santri yang mengikuti nya agar lebih waspada. Wejangan disampaikan, yang menurut cerita itu merupakan Dauh atau debu dalam bahasa madura. Daerah ini kemudian disebut Dauh yang kemudian menjadi sebuah sebutan dusun, bernama Dusun Dauh.

Ilustrasi dauh Ki Patih Alos :

” Santri santri ku…. kita harus lebih waspada dengan segala kemungkinan. Jangan putus berdzikir, menybutkan kalimat toyibah, agar kita selalu dilindungi oleh Gusti Alloh.  Ingat..!!, jangan bertindak sendiri sendiri…. tetap bersatu, agar perjuangan ini membuahkan hasil sesuai harapan….. **dauh Raden Bagus Khasyim.

DICERITAKAN, selepas itu, sekitar waktu menjelang waktu Ashar, ketika mulai memasuki kawasan hutan jati, rombongan ini bertemu dengan se gerombolan banteng dengan ukuran besar besar. Konon, dibawah pohon jati besar itulah, sarang para Banteng liar. Melihat kedatangan rombongan ini, segerombolan banteng itu, tiba tiba menyerang. Pertempuran pun tidak dapat dihindari. Banteng banteng itu menyerang Raden Bagus Khasyim dan kedelapan santrinya. Namun, dalam pertempuran itu, gerombolan banteng liar berhasil dipukul mundur. Banyak banteng yang terluka, mereka lari kearah timur selatan, semakin jauh masuk ketengah hutan belantara.

DICERITAKAN, setelah pertempuran itu, rombongan ini memilih istirahat disekitar area pertempuran, sambil lalu membuka lahan untuk persiapan sholat Ashar berjamaah. Sebagian santri membuat tempat sholat, sebagian lagi diutus untuk menengok sumber mata air yang tidak jauh dari pohon beringin besar. Sumber mata air itu, tepatnya kini berlokasi dibelakang pasar rakyat Jati banteng. Mengingat waktu dirasa begitu tidak memungkinkan untuk terus mengejar banteng yang kabur, rombongan ini lalu memilih untuk mendirikan tempat ibadah dengan bahan seadanya. Dengan  memperkokoh tempat itu, maka tempat itu juga dijadikan tempat bermalam usai melaksanakan sholat fardhu.

Ilustrasi dauh Raden Bagus Khasyim :

” Kita istirahat disini…. Kita tidak usah mengejar banteng banteng itu… sebentar lagi sepertinya sudah masuk waktu sholat Magrib… Perkokoh gubuk ini, untuk dijadikan tempat kita bermalan..Ingat..!!. Kalian tetap waspada…** ucap Ki Patih Alos

DICERITAKAN, tempat sholat berjamaah yang juga menjadi tempat bermalam rombongan itu, bentuknya seperti surau atau langgar. Saat ini, tempat itu dikenal sebagai langgar / surau pertama dan seiring berjalannya waktu, kini menjadi Masjid Jamik. Sementara, daerah pertempuran dimana ada pohon Jati besar dan gerombolan banteng liar, daerah itu disebut dengan Pohon Jati dan Hewan Banteng  atau Jati dan Banteng  lalu diringkes menjadi kata JATIBANTENG. Didaerah itu, berdiri kokoh pohon jati besar dan pohon beringin besar. Sehingga tidak heran jika gerombolan banteng menjadikannya tempat atau sarang mereka. Tak jauh dari pohon beringin yang sebelah utara, ada sumber mata air yang dijadikan tempat berwuduk oleh rombongan dari Delem Tengah ini.

Ilustrasi Kalimat Ki Patih Alos :

” Mengingat dimana rombongan kita bertemu dengan gerombolan banteng. dan ditempat ini pula kita bertarung melawan nya, Serta kita diberi keselamatan dan dapat mengalahkan nya.. maka tempat ini saya beri nama JATIBANTENG……., begitu kira kira dauh atau debu dari Raden Bagus Khasyim.

DICERITAKAN, di suatu malam ketika rombongan ini berada di tanah babatan Jatibanteng, terdengar suara gauman yang menggelegar memecah keheningan hutan belantara. Suarnya jelas terdengar ke tanah babatan Jatibanteng, suara itu seperti suara ular raksasa. Ketika Ki Patih Alos berkonsentrasi dalam doanya, mucullah seorang wanita yang konon merupakan bangsa ghoib bernama Dewi Rengganis. Wanita ini menyampaikan agar rombongan ini lebih waspada, karena suara gauman itu berasal dari atas bukit, suara itu adalah gauman hewan buas Nogo Sromo ( Naga betina). Sehingga, kesesatan hatinya, KI Patih Alos mengumpulkan 8 santrinya menceritakan petunjuk semalam.

Ilustrasi cerita itu :

” Dalam petunjuk semalam, gauman itu adalah suara dari se ekor naga. Naga itu berjenis betina. Naga itu adalah Nogo Sromo yang mengaum karna mencium bau darah. Mungkin itu bau darah banteng yang terluka….. Nanti malam kita bermunajad kepada Gusti Alloh agar rombongan ini selalu dalam lindungannya… **ucap Raden Bagus Khasyim.

Diceritakan, pada ke esokan harinya, Raden Bagus Khasyim langsung mengajak rombongan ini kembali melanjutkan pembabatan hutan dengan menyusuri hutan  jati, memperluas tanah babatan melalu sisi bagian timur. Singaktanya, ditengah perjalanan, didapati sumber mata air yang cukup besar dan tempat itu disebut sumber mata air yang baru atau SUMBER ANYAR. Lalu kemudian, rombongan ini tiba di atas bukit dan mendadak mencium aroma tidak sedap  seperri bau bangkai. Merasa kurang nyaman, rombongan ini memilih istrahat sebentar. Tempat ini kemudian disebut BASEAN, kata yang berasal dari becengan ( bahasa madura), kemudian ketika mencari tau asal bau itu, rombongan ini mendapati tumpukan banteng yang sudah mati. Bangkai banteng lalu dikubur, yang mana Lokasi ini kemudian disebut Banteng Mati.

DICERITAKAN, usai mengubur banteng mati, Raden Bagus Khasyim lalu mengumpulkan para santri di sebuah tempat dan menyampaikan bahwa sebelum kembali kembalinrurun ke daerah babatan JATIBANTENG, terlebih dulu  istrahat sembil lalu merancang  Angan atau cara terbaik, bagaimana agar Nogo Sromo tidak mengganggu penduduk yang nantinya hendak bercoxok tanam didaerah ini. Melalu ilmu kedigjayaan, ahirnya gauman Nogo Sromo, perlahan samar menjauh. Konon, sang naga  itu pergi menyusul pasangannya, sang naga jantan. Ular bernama Nogo Sromo itu konon masuk ke dalam gua di sebelah timur , dimana goa itu hingga kini masih misteri. Goa itu dikenal dengan sebutan daerah DaM Goa.

Ilustrasi dauh Raden Bagus Khasyim:

”  Wahai para santri…kita istirahat ditempat inj. Demi keamanan penduduk nantinya, kita harus memastikan bahaya dari ancaman naga itu tidak terjadi, dikemudian hari, maka ayo kiita berdoa bersama agar naga itu pergi jauh dan tidak kembali lagi ke kawasan tanah babatan ini……. ** Kata Raden Bagus Khasyim

DICERITAKAN, dari kejadian itu, tempat merancang angan tersebut kemudian dikenal dengan Secangan yang kemudian menjadi sebuah dusun bernama Dusun Secangan. Ke esokan harinya Raden Bagus Khasyim meminta sebagian santri terus masuk ke selatan, meneruskan pembabatan membuka lahan pertanian dan lalu mengamankan nya. Sementara, sebagian santri tetap ikut kembali ke tanah babatan JATIBANTENG. Dikala itu, setelah berada didaerah pertempuran dengan banteng liar itu, Raden Bagus Khasyim menyampaikan agar para santri terus membangun tempat yang semula hanya langgar seadanya, untuk diperbesar.

Pohon jati besar kemudian ditebang dan pohon beringin dijadikan beduk atau JIDUR( dalam bahasa madura). Lumrahnya, pohon besar berlubang, lalu lubang ditutup dengan kulit sapi. Saat itu juga, Raden Bagus Khasyim menyampaikan kepada santrinya agar pada hari berikutnya, berbagi tugas untuk memperluas tanah babatan baik ke timur selatan, maupun ke barat selatan. Sedangkan sang guru ( Raden Bagus Khasyim) bersama seorang santri  beranjak kembali ke tanah Besuki, pulang ke Delem Tengah.

DICERITAKAN, setelah kembalinya sang guru ke Besuki, para santri yang telah menerima amanah ini mengikuti petunjuk seorang santri yang dituakan ( dianggap lebih punya wawasan)  ia di panggil RAMA KAI. Sebagian santri ada yang melanjutkan pembabatan ke timur selatan, sehingga muncul nama sebutan daerah baru, seperti PATEGALAN dan SAEMAMBUNG. Sedangkan yang kebagian barat selatan muncul nama daerah yang disebut CURAH SURI, WRINGIANOM dan PATEMON. Dalam masa ini juga banyak santri santri Raden Wiro Broto dan juga santri Raden Bagus Khasyim menyusul membantu santri  sebelumnya.

DICERITAKAN, dari perjalanan pembabatan hutan belantara menjadi lahan pertanian ini, telah banyak mencatat sejarah, serta dapat dilihat dengan keberadaan sesepuh yang dikenal dengan sebutan bujuk. Daerah Jatibanteng saja ditemukan BUJUK BERIS, Bujuk Sempen, Bujuk Serena, Bujuk Sakah, Bujuk Sayid, Bujuk Anjeng, Bujuk Manis, Bujuk Anten, Bujuk Geleng, Bukuk Landengan, Bujuk Wali, Bujuk Pote, Bujuk Nurilah, Bujuk Rama Kai, Bujuk Laras, Dll.

Begitulah Sekelumit Cerita rakyat tentang JATIBANTENG. 

#jika ada kesalahan ataupun kekurangan mohon isi kolom komentar agar ceeita ini lengkap sesuai harapan. Atau bisa chat WAb: 08525 9967 445



Menyingkap Tabir Menguak Fakta