PT JAWARA POS GRUP

SELAMAT & SUKSES RI 1

Viral, Bubur Kacang Hijau Khas Kraksaan

KRAKSAAN, JP – Di antara padatnya arus Jalan Raya Panglima Sudirman, Kraksaan, ada satu warung sederhana yang tetap berdiri teguh di tengah gempuran zaman. Namanya Warung Kacang Ijo “Bang Amir”. Usianya hampir tiga dekade, namun kehangatannya tetap sama seperti dulu: menyuguhkan bukan hanya bubur, tapi juga kenangan.

Didirikan pada 1995 di Kelurahan Patokan, warung ini awalnya merupakan toko buku dan agen koran. Kini, meski berganti wajah menjadi warung bubur kacang ijo, identitas awalnya tak pernah benar-benar hilang. Koran pagi masih tersedia di setiap meja—bukan sekadar hiasan, tapi jati diri.

“Ada yang datang bukan buat makan. Mereka baca koran berjam-jam, dari berita utama sampai pojok iklan,” ujar Hafidz Jaedi, penjaga generasi ketiga.

Menu yang ditawarkan pun tetap sederhana. Bubur kacang ijo hangat, kopi arab, teh jahe, semuanya disajikan dengan harga bersahabat: Rp6.000 untuk bubur, Rp5.000 untuk secangkir kopi. Namun yang dicari pelanggan bukan sekadar rasa makanan, melainkan rasa nyaman—rasa tenang yang sulit dicari di tempat lain.

Warung ini bukan hanya milik warga lokal. Pelanggannya datang dari Surabaya, Banyuwangi, hingga Jakarta. Beberapa dari mereka hanya ingin menikmati keheningan sambil membaca atau mengobrol pelan.

Warung ini juga punya sejarah. Pernah disinggahi Bupati Probolinggo kala itu, Kolonel CZI Murhadi, dan sering jadi ruang diskusi santai para tokoh dan jurnalis. Tempat yang sederhana, namun sarat makna.

“Zaman boleh digital, tapi koran itu bagian dari ruh warung ini. Kami lahir dari bacaan, dan kami ingin tetap menjaganya,” tambah Hafidz.

Buka mulai pukul 17.00 hingga tengah malam, Warung Bang Amir seperti menyajikan waktu dalam takaran yang lebih lambat—seolah mengajak siapa saja untuk duduk sejenak, menepi dari rutinitas.

“Biarlah warung ini tetap seperti ini. Karena di sinilah, kenangan orang-orang lama masih hidup,” tutup Hafidz, dengan nada yang nyaris seperti doa.

🗞️ Catatan Redaksi: Di kota-kota besar, warung seperti ini mungkin sudah jadi legenda yang terlupakan. Tapi di Kraksaan, ia masih berdetak pelan—menjadi bukti bahwa yang sederhana kadang justru paling abadi. (Fik)



Menyingkap Tabir Menguak Fakta


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *