Sekelumit catatan
Perjalanan Pemerintahan Menuju
” JATI BANTENG “
BERPIJAK pada tulisan sejarah Babat Basoeki, yang diketahui ketika penyerahan tampuk pimpinan dari Ayahanda Raden Wirobroto ( Kyai Abdurahman) saudara dari Kyai Ambdorohem, kepada puteranya sepulang dari Padepokan Tumenggung Joyo Lelono di Probolinggo, DIN BAGUS KHASYIM ( KI PATIH ALOS) pada era 1864 M sehingga catatan sejarah disepakati bahwa Hari Jadi Besuki ((HJB) sudah ke 261 / 2025.
Dari sejumlah nara sumber ( saksi hidup) yang telah penulis temui, menceritakan bahwa :
PADA era 1888 – 1890 an, Ki Patih Alos memperluas wilayah babatan kearah selatan yang mana kala itu masih hutan belantara, sebagian besar berjejer Kayu Jati dan beberapa pohon Beringin. Hutan ini mayoritas dihuni oleh gerombolan banteng dan sebagian hewan buas lainnya.
#1888 – 1890# Suattu pagi hari selepaa sholat shubuh yang dilanjutkan dengan sholat Dhuha, Ki Patih Alis mengajak sejumlah santrinya dengan menunggang KUDA PUTIH menuju selatan dalem tengah Besuki. Ketika masuk hutan belantara, rombongan ini bertemu dengan se ekor banteng berbulu hitam putih ( blorok). Akibatnya, terjadilah pertempuran melawan se ekor banteng blorok, yang konon kemudian daerah ini disebut Desa Bloro). Kemudian, merasa tidak mampu banteng ini lari ketengah hutan ( selatan), namun terus dikejar, dimana rombongan Ki Patih Alos ( Raden Bagus Khayim) lalu beristirahat di sekitar sumber mata air, ( kini disebut dusun taman Petak).
Lalu kemudian rombongan ini melanjutkan pengejaran hingga terjadi pertempuran kedua dengan gerombolan banteng yang berada dibawah pohon jati rimbun besar ( sarang banteng) yang mana kali ini banyak banteng terluka dan berhasil dipukul mundur. Ahirnya tempat ini diberi nama JATI BANTENG. ( JATI & BANTENG).
Disekitar tempat ini pun lalu berdiri saat ini, 2025 kantor desa, koranil, polsek, kecamatan, dan fasiltas pemerintah lainnya, termasuk adanya pasar dan Masjid Jamik sebagai simbol keberadaan daerah pejabat zaman dulu.
Rombongan Raden Bagus Khasyim ini tidak menyerah sampai di situ, pa r a santri yang dipimpin sang Kyai kemudian lanjut memburu, namun sejumlah santri dibagi 2 bagian. Ada yang melintasi pedukuan sebelah barat JATIBANTENG yang mana jalur ini disekitar aliran sungai, dikejar kehulu. Kawasan ini bernama Pedukuhan CURAHSURI ( ada cerita disisi lain termasuk Pedukuhan PATEMON), lalu berhenti di sumber mata air yang mana ditepi sumber air ini berdiri pohon beringin besar dengan dahan juga rantingnya melilit kepermukaan air seperti minum air. (Nginum, madura, red) lalu tempat ini diberi nama Beringin nginom ( Weringinanom). Kemudian bertemu lagi dengan banteng besar yang disekitar nya nampak swjjmlah banteng terluka, kemudian dikejar lagi yang mana banteng terluka ke arah timur, sementara banteng besar ke utara menuju sarangnya..
#// Desa Patemon terpilah dannperdabannya, setelah cerita melegenda ini. Pedukuhan PATEMON terbentuk konon kabarnya dari laporan sejumlah santri yang mengaku bertemu dengan banteng besar yang mengamuk itu, pertama kalinya dipuncak bukit Tatemmoh (sebagin menyebut temon) ahirnya dinamai Patemon.
Pengejaran ini bertemu dengan rombongan yang semula dibagi tugas kearah timur, dimana mereka kembali lantaran ada gauman se ekor Naga besar. Tak ayal, rombongan yang bersatu kembali ini berhasil mengalahkan banteng besar yang mengamuk sebelumnya, banteng itu lari kesakitan, lari kearah selatan semakin masuk hutan belantara.
DICERITAKAN, yang mana kala itu sebagian rombongan yang dipimpin ki Patih Alos baru beranjak usai menyampaikan petuah / dauh (tempat ini disebut pedukuhan Dauh) kembali ke titik semula, yang pada akhirnya banteng yang lari terluka tadi terus diburu seluruh rombongan santri yang bersatu kembali kearah timur selatan, lalu sejumlah banteng yang hendak minum di sunber baru (dinamai SUMBER ANYAR). Nah, ketika hendak terus memburu, gauman yang kerab terdengar itu ternyata benar suara se ekor naga. Naga itu besar dan diyakini kalau naga itu berkelamin betina. Konon, nama pedukuhan NOGOSROMO dipetik dari sebutan Naga Betina. Lalu, Rombongan ini tetap fokus memburu banteng tadi tanpa menguaik sang Naga, yang kemudian dalam perjalan nya didapatkan banyak banteng mati berserakan. ( tempat ini disebut pedukuhan BANTENG MATI.
Diceritakan : Selepas itu, Rombongan Ki Patih Alos ini berkumpul di sebuah tempat guna merancang angan bagaimana cara agar sang Nogosromo tidak mengganggu penduduk sekitar nantinya, rombongan ini beristirahat seraya bersila memanjatkan doa pada yang maha Kuasa. Tempat ini kemudian diberi nama Pedukuhan Secangan.
ISTIJABAH, gauman Nogosromo pun tidak didengar, konon ceritanya sang naga menyusul yang jantan memasuki goa disebelah timur Dan Goa ( selatan Desa Blimbing, utara Desa Sumber Anyar. Saat ini, lokasi dan Goa menjadi wisata domestik, sementara Goa di tebing sebelah timur tetap menjadi misteri.
Demi keamanan sebagian santri yang semula diperintah mengejar sisa sisa banteng yang dikhawatirkan kembali lagi ketanah babatan, sampai pada sebuah lahan yang banyak terhampar diantara bukit pegunungan ( tegalan), dengan panggilan bathin diminta untuk kembali ke rombongan yang sudah berada di tanah babatan Jjatibanteng. Konon, setelah para santri menerima panggilan dari sang guru, ahirbya tempat itu diberi nama PATEGALAN..
Bangkai banteng pun mulai membusuk dan sebagian banteng yang mati menebarkan aroma bau ( mambu) dan dirasakan oleh sebagian rombongan yang turun kebagian timur bukit. Lalu menjadi SeMAMBUng ( sik mambu // masih bau). Cerita yang bagian ini minim literasi.
Dicerikan sekembalinya dari proses pertempuran tersebut, disekitar batas desa (abtara petak taman dan Jatibanteng) didirikan ala kadarnya sebuah gubuk, dan ditempat itu Ki Patih Alos menyampaikan Titah ( melanjutkan Dauh sebelumnya) agar seluruh santri menyebar dan mengawali bermukim di tanah babatan untuk bercicok tanam. Para santri pun dibekali masing masing ilmu dan gaman ( senjata), sedang Raden Bagus KHASYIM alias Ki Patih Alos sendiri kembali ke dalem tengah Keraton Besuki. // tempat itu dikenal GerRajeh / GerDhejeh atau Langgar Utama//*Dusun Dauh, berdekatan dengan Desa Blimbing, berbatas sungai dengan Pedukuhan kerajaan Jatibanteng.
Sementara Ki Patih Alos kembali ke “dalem tengah” Besuki bersama 2 santrinya, untuk melanjutkan penyebaran agama dan memperluas wilayah babatan dari sisi lainnya.
# fakta yang ada, di Desa Blimbing banyak santri Ki Patih Alos lantaran mereka yang semula telah menetap disana usai menerima Dauh dari Ki Patih Aloss sebelumnya, bertambah dengan rombongan santri yang ditugaskan menyebar. Sebagian santri ada yang ke Sumber Anyar, sebagian lagi ke utara hingga bermukim tidak jauh dengan santri Ki Patih Alos sebelunnya.
Sehingga tidak heran, apabila Desa Blimbing termasuk desa dimana ditemukan Bujuk ( Lebih dari 30 petilasan / bujuk). Bahkan, ada seorang santri yang mengemban tugas khusu untuk menjaga perbatasan ( memagar) agar hewan buas tidak sampai turun bawah ke utara ( arah ke Besuki). Beliau dikenal dengan Bujuk Pager Gunung alias Bujuk GerGunung.
Sekilas Cerita Rakyat ini, jika ada kurang mohon dikoreksi dan saran serta penambahan cerita turun twmurun, penulis menunggunya. Bisa chat WA : 085259967445
Abi ; Jovano Alviansyah