Sekilas Babat Tanah Jatibanteng

DALAM penulesuran pemerhati budaya dan sejarah serta kearifan lokal di Besuki bagian selatan, diceritakan sekilas bahwa sebelum masuk pada zaman kejayaan Ki Patih Alos ( Din Bagus Kasim) putera pembabat tanah Besuki ( Kyai Abdurahman) atau dikenal Kyai Wirobroto, ketika pengembangan wilayah ke selatan, sekitar 8 KM dari pusat ( alun alun Besuki) atau Dalem Tengah, sang Kyai bersama para cendekiawan atau santri nya, dengan menunggang kuda putih, dihadang oleh segerombolan Banteng.

Tidak terelakkan, rombongan yang mayoritas beejubah putih ini pun terlibat pertempuran ( manusia vs banteng). Kedigjayaan rombongan Kyai Wirobroto ahirnya unggul dan berhasil memukul mundur gerombolan banteng kedalam hutan jati. Dalam perseteruan tersebut, banyak menorehkan peristiwa bersejarah yang kini tanah babatan disebut menjadi 8 dusun dan menyatu dibawah pemerintahan desa, yaitu Desa Jatibanteng.

Dari cerita rakyat yang mengalir turun temurun, pertempuran rombongan Kyai Wirobroto ketika lega atas keberhasilannya dalam memperluas  tanah perdikan, daerah ini disebut dengan Jatibanteng ( Hutan Jati yang dihuni Banteng). Demi memastikan atas keamanan warga masyarakat yang nantinya akan menghuni tanah babatan baru tersebut, sejumlah Banteng tersisa terus diburu sehingga setiap peristiwa menciptakan sebuah sebutan nama di lokasi masing-masing.

Misal Banteng mati, tercipta nama ini karena banyak Banteng yang mati ketika hendak mencari sumber mata air baru ( Sumber Anyar). Namun, masyarakat yang menghuni kawasan ini terbagi 2, Secangan masuk Desa Jatibanteng, sementara Banteng mati masuk Desa Sumberanyar.

Lalu, ditengah melepas penat, rombongan ini ceritanya sebagian mengambil air di sumber anyar ( desa sumberanyar) saat kembali, mau tiba ditenda rombongan air tersisa satu timba sehingga lokasi dinamakan Setimbo ( Dusun Setimbo Desa Jatibanteng), sedangkan kawasan tenda diberi nama krajan ( Dusun Krajan) alias induk yang juga saat ini berdiri kantor kecamatan Jatibanteng.

Faktanya, mengadopsi tatanan kerajaan, disini juga ada Kantor Perhutani, ada lapangan Manding, ada pasar desa dan berdiri Masjid Jamik Jatibanteng. Sedangkan Dusun Krastal diyakini terbentuk setelah Dusun Setimbo. Sama halnya dengan secangan terbentuk setelah Banteng mati. Disebelah timur Dusun Krajan yang dibelah oleh aliran sungai Deluwang, tercipta sebuah lokasi babatan santri Kyai Wirobroto yang kemudian menerima Dawuh ( penutur) agar terus melanjutkan membabat daerah baru bagi masyarakat untuk terus semakin jauh ke selatan.

Dalam proses perjalanan para murid Kyai Wirobroto ini berhasil membabat lahan bernama Curahsuri, Wringinanom, Patemon, Kembangsari, sedangkan Sumberanyar sudah terbabat sebelumnya, lalu dari Kembangsari membuka lahan babatan yang diberi nama Pategalan. Sedangkan para santri Kyai Wirobroto yang lain dalam waktu yang sama juga berhasil membuka lahan tanah babatan bernama Semambung.

Rute sejarah tersebut hanyalah ilustraai saja, menyesuaikan dengan fakta yang ada pada saat ini. Kembali ke tanah babatan awal bernama Jatibanteng, daerah ini beberapa waktu kemudian sudah mulai banyak yang menghuni mendirikan gubuk untuk tempat tinggal.

Seiring waktu dan perputaran zaman, diperoleh cerita bawa awal keramaian tanah babatan Jatibanteng dikendalikan oleh pini sepuh yang ada di Nogosromo dimana kala itu ada sesepuh desa ( pak kuwu) atau saat ini disebut petinggi atau kepala desa (Kades) bernama Asmadi. Kemudian dilanjutkan oleh Matrah yang juga tinggal di utara kediaman pak kuwu sebelumnya.

Perjalanan sejarah ini kemudian menceritakan bahwa setelah Matrah, kepemimpinan rakyat di tanah babatan Jatibanteng, dipegang oleh pini sepuh yang ada di Setimbo. Pemimpin itu disebut Pak Maryam.

Nah, entah apa yang terjadi pada masa itu, tampuk pimpinan tanah babatan kemudian disatukan dalam satu komando pemimpin tertinggi ( Petinggi) Jatibanteng, dan disepakati menjadi Kades Jatibanteng.  Mungkin saja karena figur yang dipercaya itu selain tinggal di kawasan utama tanah babatan, ia juga dikenal sakti dan mampuni. Dia dipanggil Pak Tenggi Soemo. Pemimpin yang satu cukup terkenal atas kedigjayaan nya. Makannya berada di tapal batas Dusun Krajan dengan Dusun Setimbo, Desa Jatibanteng.

Lalu dilanjutkan kepemimpinan itu oleh Soerokso, putra Petinggi Soemo. Kemudian, dilanjut oleh Tjipto Harsono, lalu Pj Soemantri. Dalam masa PJ ini, dipimpin PJ cukup lama dan masuk era Orde Baru. Lalu dilajut oleh PJ Samirun, kemudian dipimpin oleh Kades Nursidi Nuriyanto (Nursidin).

Setelah itu di isi oleh PJ Sunarji, lalu Kades Budiono Spd, kemudian Kades Sahri Spd, lalu PJ Sunar Purnomo, SH, kemudian dijabat oleh Kades Dwi Kurniadi Spd, dilanjut kembali PJ Sunarji, kemudian Kades Musawir, Spd sampai 2027.

Catatan kecil ini hanyalah memberikan inspirasi kepada semua pihak agar lebih peduli dengan tanah kelahir, dan bangga akan daerahbya sendiri.

Mohon Koreksi… Evaluasi…. Jika ada masukan silahkan langsung chat WA : 08525 9967 445

 



Menyingkap Tabir Menguak Fakta


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *