PROBOLINGGO Jawara Post – Dinamika kasus dugaan kekerasan seksual di Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam, Desa Sumber Kerang, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, terus menguat. Selain tengah ditangani Unit PPA Polres Probolinggo, kasus ini juga memantik reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Probolinggo melalui Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) menyatakan siap memberikan pendampingan penuh kepada korban, khususnya terkait pemenuhan hak pendidikan.
Ketua Komisi PPA MUI Kabupaten Probolinggo, Dra. Hj. Nurayati, menegaskan bahwa pendampingan yang diberikan bukan hanya pada aspek moral maupun psikologis, tetapi juga memastikan keberlanjutan pendidikan korban tetap aman.
“Kami memastikan anak ini tidak boleh terbengkalai pendidikannya. Komisi PPA MUI siap membantu, mengawal, dan mencarikan solusi sekolah yang aman bagi korban,” ujarnya.
Menurutnya, korban tidak boleh kehilangan hak dasar sebagai pelajar akibat dugaan perbuatan tidak terpuji oleh oknum pengasuh ponpes.
Sementara itu, kakak korban, Mardiah, menegaskan bahwa keluarganya tidak memiliki keinginan lagi untuk berhubungan dengan Ponpes Tarbiyatul Islam.
“Kami sudah tidak ingin lagi mendengar nama Tarbiyatul Islam, dan tidak ingin berurusan dengan pondok itu,” tegasnya.
L3GAM Desak MUI Keluarkan Fatwa Penutupan Ponpes
Di sisi lain, Aliansi LSM Probolinggo Raya yang tergabung dalam L3GAM mendesak MUI untuk mengambil langkah lebih tegas dengan mengeluarkan fatwa terkait penutupan Ponpes Tarbiyatul Islam. Desakan ini muncul setelah mencuatnya dugaan kekerasan seksual oleh seorang oknum pengasuh yang kini telah dilaporkan ke Unit PPA Polres Probolinggo.
L3GAM menilai keberadaan ponpes tersebut sudah tidak layak beroperasi, mengingat kasus yang terjadi dianggap menciderai nilai-nilai pendidikan dan perlindungan santri.
Dalam pertemuan dengan pengurus MUI — termasuk sekretaris H.M. Yaasin, KH Amin Munir, dan jajaran lainnya — L3GAM menegaskan bahwa dasar hukum untuk menindak kekerasan seksual sudah jelas termaktub dalam Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI Tahun 2018.
Beberapa poin penting dalam fatwa MUI tersebut antara lain:
Kekerasan seksual adalah haram, dalam bentuk apa pun.
Korban harus dilindungi dan mendapatkan bantuan yang memadai.
Pelaku harus dijatuhi hukuman tegas sesuai hukum yang berlaku.
Pencegahan dan penindakan wajib dilakukan, termasuk di lingkungan pendidikan seperti pondok pesantren.
Juru Bicara L3GAM menyatakan bahwa fatwa penutupan ponpes penting untuk memberi pesan tegas bahwa lembaga pendidikan tidak boleh menjadi tempat terjadinya kejahatan seksual.
“Kami mendesak MUI untuk segera mengeluarkan fatwa penutupan ponpes tersebut dan memberikan perlindungan penuh kepada korban,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Rabu (19/11/2025).
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan aparat kepolisian. Sementara itu, berbagai elemen masyarakat, organisasi perempuan dan anak, serta MUI Probolinggo terus mendorong agar proses hukum berjalan profesional dan memberikan keadilan bagi korban. (Fik)













