Kuasa Hukum Soroti Dugaan Intervensi Pejabat Pemerintah Probolinggo dalam Kasus Kekerasan Seksual Santriwati

PROBOLINGGO, Jawara Post – Kasus dugaan tindak kekerasan seksual terhadap seorang santriwati yang diduga dilakukan oleh ED, salah satu pengasuh di sebuah yayasan pendidikan Islam di Desa Sumberkerang, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo, terus menjadi perhatian publik.

Kuasa hukum korban, Prayudha Rudy Nurcahya, S.H., secara terbuka mengungkap adanya dugaan intervensi dari sejumlah pihak instansi pemerintah yang mendatangi keluarga korban, mulai dari pihak Kecamatan, Dinas Sosial (Dinsos), hingga Kementerian Agama (Kemenag).

Menurutnya, langkah tersebut justru berpotensi memperburuk kondisi psikis korban yang masih berusia muda.

“Korban ini adalah korban asusila, perkara memalukan. Semakin sering didatangi, maka semakin besar risiko trauma yang muncul. Tujuannya apa mereka itu?” tegas Prayudha.

Ia menilai kehadiran aparat pemerintahan tanpa koordinasi hukum yang jelas menimbulkan kesan adanya indikasi intervensi terhadap keluarga korban.

“Buat apa mereka datang? Keluarga korban merasa takut karena ada orang-orang dari pemerintahan itu,” tambahnya.

Dengan nada tegas, Prayudha meminta semua pihak agar tidak menganggap kasus ini sepele.

“Coba bayangkan, jika itu terjadi pada anak Anda yang sedang menuntut ilmu lalu diperlakukan seperti itu oleh gurunya, apakah bisa dikatakan suka sama suka?” ujarnya dengan nada geram.

Lebih lanjut, Prayudha menjelaskan bahwa dirinya bersedia mendampingi korban tanpa imbalan, semata karena rasa kemanusiaan dan keprihatinan terhadap kondisi keluarga korban yang hidup dalam keterbatasan.

“Keluarga korban sempat dibantu pihak lain, tapi kemudian ditinggal. Karena tidak mampu, korban jadi minder. Akhirnya mereka datang ke saya, dan saya bersedia mendampingi sepenuh hati,” ungkapnya.

Kini, pihaknya memastikan akan mengawal proses hukum hingga tuntas, demi memastikan hak-hak korban terlindungi dan keadilan benar-benar ditegakkan.

Sementara itu, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Probolinggo, Aiptu Agung Dewantara, saat dikonfirmasi membenarkan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan (sidik).

“Kasus masih tahap sidik. Kami tetap bekerja sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku,” ujarnya singkat.

Kasus ini menjadi tamparan moral bagi dunia pendidikan. Di balik tembok pesantren yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu dan membentuk akhlak, justru tersimpan luka mendalam akibat perbuatan tidak senonoh oknum yang mengkhianati amanah kepercayaan. (Fik)



Menyingkap Tabir Menguak Fakta


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *