Air Mata di Tanah Sengketa: Enam Makam Leluhur Dibongkar di Alaspandan

PROBOLINGGO JP – Ketika hukum ditegakkan tanpa jeda, ratapan manusia menggema di antara nisan yang berpindah

Rabu pagi (15/10/2025), Dusun Patemon di Desa Alaspandan, Kecamatan Pakuniran, diselimuti kabut duka. Hembusan angin membawa aroma tanah basah bercampur air mata, ketika enam makam leluhur keluarga Saisin Samudin dibongkar di tengah pelaksanaan eksekusi lahan oleh aparat pengadilan.

Tangis pecah, tak terbendung. Satu per satu anak dan cucu bergantian menggendong jasad para leluhur yang telah bersemayam puluhan tahun. Di tanah yang dulu mereka rawat dengan doa dan kasih, kini berdiri alat berat yang bekerja tanpa jeda—seolah tak mendengar jerit batin keluarga yang kehilangan tempat abadi bagi darah dagingnya sendiri.

Lima makam adalah peninggalan lama, sedangkan satu makam baru berusia seribu hari. Tak ada kata yang cukup menggambarkan perih di mata mereka. Di bawah langit kelabu, rumah sederhana milik Bapak Pit, menantu dari cucu Saisin, menjadi tempat peristirahatan sementara bagi jasad-jasad yang baru terbangun dari tidur panjangnya.

“Kami hanya bisa menangis melihat makam para leluhur dibongkar. Mereka sudah puluhan tahun di situ, tapi sekarang harus dipindahkan. Rasanya seperti kehilangan dua kali,” tutur seorang cucu dengan suara yang nyaris patah.

Kenangan yang Terkubur Bersama Tanah

Di antara kerumunan warga yang menyaksikan, seorang pria berusia 42 tahun berdiri termangu. Ia menatap tanah itu dengan mata berkaca-kaca.

“Dari kecil saya tahu makam itu sudah ada. Saya sering bermain ke rumah keluarga itu, bahkan kenal baik dengan mereka. Tapi saya tak tahu bagaimana ceritanya, tiba-tiba tanah itu dinyatakan milik orang lain lewat keputusan pengadilan,” ujarnya lirih.

Bagi sebagian warga, tanah itu bukan sekadar lahan. Ia adalah ruang kenangan, tempat doa-doa dilantunkan, tempat sejarah keluarga ditulis dalam keheningan malam. Namun, garis hukum berkata lain. Keputusan pengadilan menegaskan: tanah itu bukan lagi milik mereka.

Ketika Amar Putusan Menyisakan Tanya

Dari balik duka, muncul kabar yang mengguncang nurani. Beberapa pihak menduga pelaksanaan eksekusi tidak sepenuhnya sesuai dengan amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Batas-batas lahan yang dieksekusi diduga keliru, sehingga area yang tak termasuk objek sengketa ikut terseret dalam tindakan hukum.

“Ada indikasi pelaksanaan eksekusi tidak mengikuti titik batas sesuai amar putusan. Jika benar, maka perlu ada peninjauan kembali terhadap pelaksanaannya,” ujar salah satu pemerhati hukum di Probolinggo yang enggan disebut namanya.

Sementara itu, Ketua Pengadilan Negeri Kraksaan, Putu Agus Wiranata, S.H., M.H., yang hadir langsung memimpin eksekusi, menegaskan bahwa seluruh proses telah berjalan sesuai ketentuan.

“Pihak tergugat pernah melakukan perlawanan dan sudah diperiksa. Semua tahapan sudah dibacakan dalam penetapan sebelumnya,” jelasnya menjawab pertanyaan wartawan.

Antara Hukum dan Nurani

Namun bagi keluarga, kepastian hukum yang ditegakkan terasa seperti palu keadilan yang memukul hati. Di hadapan mereka, keadilan berubah wujud menjadi kehilangan. Eksekusi yang seharusnya menjadi akhir dari sengketa justru meninggalkan luka yang tak mudah sembuh.

Banyak pihak berharap agar pelaksanaan hukum tidak hanya berpijak pada teks dan prosedur, tetapi juga pada nilai kemanusiaan. Karena hukum, tanpa hati nurani, hanyalah huruf tanpa jiwa.

Kini, tragedi Alaspandan menjadi sorotan. Warganet, aktivis hukum, hingga akademisi membicarakannya di berbagai ruang. Sebagian menyebutnya tragedi kemanusiaan di atas kertas hukum, sebagian lain menyebutnya ujian bagi rasa keadilan di negeri ini.

“Hukum tanpa hati nurani hanya melahirkan kepatuhan yang kering. Tapi keadilan sejati harus menimbang sisi kemanusiaan,” ungkap seorang warga yang masih terpaku di lokasi.

Tanah Alaspandan kini sunyi. Hanya bekas gundukan dan jejak tangis yang tersisa. Namun di balik itu, ada pertanyaan yang tak kunjung usai:
Apakah hukum telah benar-benar menegakkan keadilan, atau hanya melaksanakan perintah tanpa rasa? (Fik)



Menyingkap Tabir Menguak Fakta


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *