Ricuh di Lokasi, Eksekusi’pun tak Jadi

PROBOLINGGO, JP –Pagi itu, udara Desa Alas Pandan, Kecamatan Pakuniran, dipenuhi ketegangan. Ratusan warga berkerumun, suara lantang bercampur dengan isak, dan spanduk kuning bertuliskan “Kami Menolak Eksekusi” berkibar di depan rumah-rumah yang terancam digusur.

Rencana eksekusi enam rumah warisan keluarga almarhum Saisin Samoedin berakhir ricuh, Kamis (25/9/2025). Massa dari warga yang didukung berbagai elemen menghadang aparat yang datang bersama juru sita pengadilan. Ketegangan kian meninggi ketika terjadi perdebatan sengit antara warga yang diwakili Muchlis, anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Probolinggo, dengan aparat kepolisian yang bersiaga.

“Kami ada sertifikat, ada pula makam orang tua kami di sini, kenapa harus dipaksa dieksekusi? Ini bukan hanya soal tanah, tapi soal hak dan sejarah keluarga kami!” teriak salah seorang warga dengan suara tinggi.

Di tengah kerumunanpun, kuasa hukum warga yang diwakili oleh Prayuda, ikut menyuarakan perlawanan. Dengan suara lantang ia menegaskan bahwa perkara ini bukan semata sengketa perdata, melainkan persoalan kemanusiaan.
“Jangan butakan mata pada rasa keadilan. Ada anak-anak, ada orang tua, ada makam leluhur di tanah itu. Hukum seharusnya hadir untuk melindungi rakyat kecil, bukan justru mengusir mereka dari rumahnya, tolong kroscek lagi putusannya yg di jadikan dasar eksekusi ini, tegasnya.

Aparat mencoba memberi penjelasan, namun teriakan penolakan semakin membahana. Suasana nyaris memanas, hingga dikhawatirkan bentrokan terjadi. Dalam situasi penuh tekanan itu, keputusan mendadak diambil: eksekusi tidak di lanjutkan untuk menghindari korban dan kekacauan yang lebih besar.

Muchlis yang hadir di tengah massa menegaskan bahwa DPRD akan mengawal kasus ini. “Jangan paksa rakyat kecil kehilangan rumahnya. Selama masih ada proses hukum dan bukti kepemilikan yang sah, eksekusi seharusnya tidak dilaksanakan,” tegasnya.

Bagi warga, penundaan hari ini adalah napas lega. Namun bayang-bayang ketidakpastian masih menggelayut. Mereka tahu, perjuangan belum usai. Tapi di balik ricuh pagi itu, satu pesan mengemuka: warga kecil tidak tinggal diam ketika tanah leluhur mereka hendak dirampas. (Fik)



Menyingkap Tabir Menguak Fakta