PT JAWARA POS GRUP

Pupuk Langka, Petani Menjerit, Lah ini Salah Siapa

SITUBONDOJawara Post—Berbicara tentang kelangkaan pupuk subsidi, Bupati Situbondo Dadang Wigiarto, S.H., kini turut angkat bicara, bahkan dirinya merasa ikut prihatin dengan nasib yang telah menimpa ribuan petani di Situbondo pasca kuota pupuk dipangkas 50 % Senin (31/8/2020).

Menurut penglihatan Bupati, dalam dua periode ini petanilah yang harus proaktif dan berinisiatif mendaftarkan diri melalui kelompok tani.

“Kelangkaan pupuk itu memang yang pertama, kebijakan pusat dengan pengurangan maka akan merubah postur pupuk yang masuk, yang kedua, inisiatif petani meng-online kan dirinya masih sangat rendah,” ucapya.

Untuk kedepan menurutnya orang menebus pupuk harus terdaftar di online, yang endingnya punya kartu tani dan yang tergabung dalam kelompok tani.

“Banyak dari petani kita ini diinformasikan dan difasilitasi, namun tidak mampu, ini kan pekerjaan sangat berat sehingga seharusnya kelompok-kelompok tani itu berdaya tidak tergantung semuanya terhadap pemerintah, saya rasa jumlah petani yang mengonline diri yang menjadi masalah terbesar kelangkaan pupuk,”lanjut Dadang salahkan petani.

“Lah kalau Data base sudah tidak masuk dipusat secara online, ya dengan sendirinya kuota pupuk akan melorot,” sambungnya tanpa merinci penyebab dari aspek lain.

Setali tiga uang, sebelumnya saat awak Media mendatangi kantor DTPHP (Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan) dan lakukan wawancara singkat serta tergesa-gesa karena kadisnya Ir. Sentot Sugiono, sedang ditunggu sekda di kantor Pemkab.

Dia berharap petani ikut kelompok tani secara kuat karena kami tidak bisa memonitor setiap petani secara sendiri-sendiri.

“Artinya kalau petani sudah tergabung dalam kelompok tani maka pembinaan terhadap PPL dan Mantri itu lebih bisa intensifkan, kalau petugas kita satu memegang tiga Desa dan harus ketemu satu-satu kan sulitnya setengah mati, makanya harus ada kelompok tani,” ujar Sentot, sebut juga kurangnya petugas.

Sentot juga menyalahkan kebiasaan petani dalam penggunaan pupuknya tidak sesuai dengan rekom kita (pemerintah).

“Satu hektar dapat jatah 3 kwintal namun satu iring saja petani bisa habiskan 3 kwintal mestinya petani ikut rekom kita,” ujar Sentot.

Petani memegang peranan dalam swasembada pangan kita, namun keberhasilan petani meningkatkan produksi hasil pertaniannya bukan jaminan dapat mensejahterakan petani apalagi dimasa Covid-19 ini, penghasilan Masyarakat berkurang, uang beredar berkurang, daya beli Masyarakat rendah.

Sehingga banyak produk petani melorot harga jualnya kalau harus beli pupuk non subsidi yang harganya mahal sekali ibarat “keluar modal bukannya untung tapi yang di dapat malah buntung”

Nah inilah proses pemiskinan berjamaah terjadi, pemerintah diharapkan tanggap dan hadir agar hal buruk ini tidak terjadi.

A free / red JP



Menyingkap Tabir Menguak Fakta